Monday, August 29, 2016

ABSES PERITONSIL

ABSES PERITONSIL

      Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi pada umur 20-40 tahun.
      Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak.
       Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan.
       Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan multipel penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada orang untuk berkembangnya abses peritonsiler.
      Di Amerika insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun, dipertimbangkan hampir 45.000 kasus setiap tahun4.
      Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi pada umur 20-40 tahun.
      Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak.
       Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan.
       Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan multipel penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada orang untuk berkembangnya abses peritonsiler.
      Di Amerika insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun, dipertimbangkan hampir 45.000 kasus setiap tahun4.
      Abses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran organisme bakteri penginfeksi tenggorokan kesalah satu ruangan aereolar yang longgar disekitar faring menyebabkan pembentukan abses, dimana infeksi telah menembus kapsul tonsil tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring5
      Abses leher dalam terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher tergantung ruang mana yang terlibat.
      Gejala dan tanda klinik dapat berupa nyeri dan pembengkakan. Abses peritonsiler (Quinsy) merupakan salah satu dari Abses leher dalam
      Dimana selain itu abses leher dalam dapat juga abses retrofaring, abses parafaring, abses submanidibula dan angina ludovici (Ludwig Angina) 3.
    
ETIOLOGI

      Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil.
      Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis.
       Biasanya unilateral dan lebih sering pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda2.
      Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang bersifat anaerob.
      Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae.
       Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah FusobacteriumPrevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp. 
      Untuk kebanyakan abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobik6.

PATOLOGI

      Patofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling banyak diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi peritonsillitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation).
      Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak.
      Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang. Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga permukaan yang hiperemis.
      Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.
      Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus.
       Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.
      Selain itu, PTA terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsillitis kronis atau berulang (recurrent) sebelumnya.
      PTA dapat juga merupakan suatu gambaran (presentation) dari infeksi virus Epstein-Barr (yaitu: mononucleosis).

GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS

      Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeru menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau (rinolalia), dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.
      Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher (limitation in neck mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy dan peradangan otot tengkuk (cervical muscle inflammation)1.
      Prosedur diagnosis dengan melakukan Aspirasi jarum (needle aspiration). Tempat aspiration dibius / dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrine dan jarum besar (berukuran 16–18) yang biasa menempel pada syringe berukuran 10cc. Aspirasi material yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, dan material dapat dikirim untuk dibiakkan. Pada penderita PTA perlu dilakukan pemeriksaan7:
      Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar elektrolit (electrolyte level measurement), dan kultur darah (blood cultures).
      Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan tonsillitis dan bilateral cervical lymphadenopathy. Jika hasilnya positif, penderita memerlukan evaluasi/penilaian hepatosplenomegaly. Liver function tests perlu dilakukan pada penderita dengan hepatomegaly.
      “Throat culture” atau “throat swab and culture”: diperlukan untuk identifikasi organisme yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk pemilihan antibiotik yang tepat dan efektif, untuk mencegah timbulnya resistensi antibiotik.
      Plain radiographs: pandangan jaringan lunak lateral (Lateral soft tissue views) dari nasopharynx dan oropharynx dapat membantu dokter dalam menyingkirkan diagnosis abses retropharyngeal.
      Computerized tomography (CT scan): biasanya tampak kumpulan cairan hypodense di apex tonsil yang terinfeksi (the affected tonsil), dengan “peripheral rim enhancement”.
      Ultrasound, contohnya: intraoral ultrasonography.

       KOMPLIKASI

      Komplikasi yang mungkin terjadi ialah2:
      Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahanm aspirasi paru, atau piema.
      Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum menimbulkan mediastinitis.
      Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.
      Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika diagnosis PTA diabaikan. Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan progression penyakit. Untuk itulah diperlukan penanganan dan intervensi sejak dini.

   DIAGNOSIS BANDING
      Infiltrat peritonsil, tumor
, abses retrofaring, abses parafaring, aneurisma arteri karotis interna, infeksi mastoid, mononucleosis, infeksi kelenjar liur, infeksi gigi, dan adenitis tonsil2,8,9.

    TERAPI

      Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher.
      Antibiotik yang diberikan ialah penisilin 600.000-1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg2.
      Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan supratonsillar.
      Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segera gejala-gejala pasien.

       Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia lokal di ganglion sfenopalatum.

0 komentar:

Post a Comment